PALEMBANG, INFOSEKAYU.COM – Pembangunan kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) di Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang dinilai terlalu dipaksakan dan berdampak ganda terhadap ekonomi masyarakat. Pasalnya, pengerjaan dilaksanakan pada masa pandemi Covid-19 dan berlokasi di kawasan rawa dan lahan pertanian pangan.

Pembangunan Kantor ini setidaknya telah dimulai pada Oktober 2020 dan ditargetkan selesai pada 2023 dengan menggunakan sumber anggaran multi year dari APBD Provinsi. Untuk tahun pertama 2020 lalu diketahui telah dilakukan penimbunan rawa dan pemagaran lahan, dana yang digelontorkan sebesar kurang lebih 150 Miliar.

“Pembangunan ini kami nilai sangat tidak sensitif atau sangat bertentangan terhadap kondisi ekonomi masyarakat Sumsel saat ini yang terpuruk akibat pandemi Covid 19,” ungkap Juru Bicara Komite Bersama (Kombes) untuk Keadilan Ekologi, Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, Senin (1/3/21).

Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional baru-baru ini telah memasukan Sumsel di urutan ke-10 provinsi termiskin di Indonesia, dengan angka kemiskinan naik dari 12,56 persen (2019) menjadi 12,98 persen (2020). Menurutnya, upaya korektif terhadap kebijakan mengatasi kemiskinan ini harus menjadi agenda utama Pemprov Sumsel saat ini.

Hal lain yang menjadi sorotan komite adalah, pembangunan kantor terpadu tersebut berada di kawasan rawa dan pertanian pangan masyarakat. Direktur Perkumpulan Lingkar Hijau ini menyebutkan, penimbunan rawa kurang lebih seluas 90 hektar akan membuat hilangnya wilayah resapan air alami (rawa) Kota Palembang.

Dari catatan Walhi Sumsel, tahun 2018 lalu luas rawa tidak lebih dari 2,3 ribu hektar. Luas tersebut bahkan sudah jauh menyusut dari tahun 2015 yang luasnya mencapai 5 ribu hektar atau 25 persen dari luas rawa Kota Palembang. “Saat ini saja berdasarkan data yang dihimpun telah terdapat 37 titik banjir di kota Palembang. Kalau aktivitas penimbunan rawa yang luasnya mencapai 40 Hektar itu terus dilakukan akan menyebabkan bertambahnya wilayah banjir,” ulas Hadi.

Penimbunan rawa ini diduga melanggar aturan dibuat oleh Pemerintah sendiri, salah satunya Perda No 11 tahun 2012 tentang Pembinaan, Pengendalian, dan Pemanfaatan Rawa Kota Palembang. Pada Pasal 5 ayat 2 menyebutkan struktur bangunan di atas rawa adalah struktur rumah bertiang tanpa dilakukan penimbunan atau reklamasi.

“Berangkat dari persoalan tersebut, Kombes untuk Keadilan Ekologis Sumsel meminta Pemprov Sumsel untuk menghentikan pembangunan kantor terpadu di Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati yang sangat eksploitatif terhadap lingkungan hidup. Hentikan juga aktivitas penimbunan rawa yang selama ini berfungsi sebagai resapan air alami Kota Palembang di lokasi pembangunan itu,” tegas Hadi.

Kombes untuk Keadilan Ekologis Sumsel yang terdiri dari Perkumpulan Lingkar Hijau, Pospera Sumsel, dan POHI juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian terkait (KLHK) untuk segera melakukan audit lingkungan, program dan keuangan terhadap pembangunan kantor terpadu Provinsi Sumsel.

“Kalau Pemprov Sumsel memiliki sumber daya berlebih di tengah Pandemi, kami rekomendasikan untuk membuat program pembangunan sosial saja di tengah krisis ekonomi akibat pandemi,” tandas dia.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Sumsel, Basyaruddin Akhmad membenarkan, pembangunan kantor terpadu menggunakan metode penimbunan tanah. Penimbunan ini dilakukan tahun lalu, dan tahun ini pemasangan tiang pancang. “Ditargetkan 2023 proyek ini selesai,” terangnya, awal Februari lalu.

Pihaknya memastikan akan dibuat danau seluas 9 hingga 10 hektare di area kantor terpadu tersebut yang akan dihubungkan dengan kanal, sehingga berfungsi sebagai serapan air. “Pembangunan ini memperhatikan aspek lingkungan. Seperti 30 persen dari luasan lahan akan digunakan sebagai ruang terbuka hijau,” jelasnya.

Sumber : Fornews.co 

Share To:

redaksi

Post A Comment: