JEMBER, INFOSEKAYU.COM - Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jember Jawa Timur menetapkan seorang ibu atas tewasnya seorang anak berusia 6 tahun. Korban dipastikan tewas karena sering dipukuli oleh pelaku.

Korban masih kelas satu sekolah dasar. Memar di bagian tubuh sempat membuat gurunya curiga. Dia mengaku kepada sang guru bahwa dipukul sang ibu.

Korban sempat sakit dan muntah selama sepekan, sebelum meninggal pada Selasa dini hari, pukul 02.30 WIB.

Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan secara intensif, Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Jember menetapkan Iva Rustiana, usia 27 tahun, sebagai tersangka atas meninggalnya Reva Saputri, usia 6 tahun.

Iva Rustiana merupakan ibu kandung dari Reva Saputri. Keduanya merupakan warga Desa Jamintoro, Kecamatan Sumber Baru, Kabupaten Jember.

Iva Rustiana mengaku sering memukuli anaknya, karena jengkel korban sering buang air besar di celana. Pelaku memukul korban menggunakan tangan kosong, gagang sapu dan gayung bak mandi.

KBO Reskrim Polres Jember, Iptu Eko Yulianto mengatakan bahwa dari hasil autopsi tim dokter rumah sakit dr. Soebandi Jember diketahui ada luka lebam di tubuh korban. Luka itu ditimbulkan akibat pukulan benda tumpul berkali-kali.

Korban juga mengalami pendarahan dan luka dalam di bagian kepala. Selain itu juga terjadi resapan darah di bagian perut akibat pukulan benda tumpul.

Akibat perbuatannya, pelaku akan dijerat dengan pasal berlapis tentang undang-undang perlindungan anak dan undang undang kekerasan dalam rumah tangga dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

RST 27 tahun, warga Desa Jamintoro, Kecamatan Sumberbaru, Jember ternyata sudah dua kali menganiaya anak kandungnya sendiri sampai meninggal dunia. Penganiayaan yang pertama dilakukan terhadap anak laki-lakinya pada tahun 2016.

“Hasil pernikahan dengan suaminya yang meninggal tahun 2020, pelaku dikaruniai dua orang anak. Anak pertama berjenis kelamin laki-laki dan yang kedua berjenis kelamin perempuan. Jarak umur kakak beradik itu sekitar tiga tahun,” kata Kapolsek Sumberbaru AKP Fatchur Rahman, Rabu (5 Januari 2022).

Tahun 2016 silam, anak pertama pelaku meninggal dunia dengan luka lebam di bagian tubuhnya. Kematian anak pertama pelaku juga mengundang kecurigaan para tetangga pelaku.

Namun, peristiwa itu tidak sampai dilaporkan ke polisi. Polemik kematian anak pertama pelaku diselesaikan di tingkat desa. Informasi tersebut terungkap berdasarkan hasil pemeriksaan polisi terhadap sejumlah tetangga pelaku.

Pasca suami pelaku meninggal dunia tahun 2020, pelaku hanya tinggal berdua dengan anak keduanya berjenis kelamin perempuan. Mereka tinggal di rumah pemberian orang tua pelaku yang bekerja di Malaysia.

Untuk kebutuhan sehari-hari, pelaku dan putrinya mengandalkan uang kiriman orang tua dari Malaysia. “Pelaku tidak bekerja, dia menganggur. Untuk kebutuhan hidupnya mengandalkan uang kiriman orang tua yang bekerja di Malaysia,” jelas Fatchur.

Di rumah yang cukup besar tempat korban dan pelaku tinggal, sering terdengar tangisan korban yang sedang dianiaya pelaku. Tetangga korban sudah berkali-kali mengingatkan pelaku agar tidak menganiaya korban.

Namun peringatan warga tak pernah dihiraukan. Pelaku tetap saja sering menganiaya korban. Pelaku beralasan penganiayaan itu dilakukan hanya karena korban sering buang air besar di celana.

Saat korban meninggal dunia setelah dianiaya pelaku, warga yang merasa resah mendatangi rumah pelaku memilih membawa kasus itu ke pihak yang berwajib.

“Menurut keterangan sejumlah saksi, kondisi mayat korban sama persis dengan kondisi mayat kakak korban pada tahun 2016 yang juga mengalami luka lebam. Pelaku mengakui bahwa anak laki-lakinya itu juga sering dianiaya oleh pelaku,” pungkas Fatchur.

Sumber : realita 

Share To:

redaksi

Post A Comment: