JAKARTA, INFOSEKAYU.COM - Lelaki yang shaleh yang dapat masuk surga dengan segala keinginan yang terpenuhi di dalamnya, termasuk di antaranya ditemani oleh bidadari-bidadari cantik. Lantas demikian, bagaimana dengan perempuan?

KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menyampaikan, istilah bidadari sendiri sebenarnya masih diperselisihkan oleh ulama. Sebab baik Alquran maupun hadits terkadang menyebutnya dengan istilah al-hur al-ain, yang secara kebahasaan berarti wanita-wanita cantik yang sangat putih, putih matanya, dan sangat hitam, hitam matanya.

Dalam beberapa hadits terkadang makhluk gaib itu disebut nisa ahlul jannah yang secara kebahasaan berarti wanita-wanita atau istri-istri penghuni surga. Sedangkan ada sementara ulama yang tidak sependapat dengan istilah bidadari sebagai terjemah al-hur al-in atau nisa ahlul jannah.

Mereka menginginkan makhluk gaib itu tidak diterjemahkan sebagai bidadari, sebagaimana makhluk-makhluk lain seperti malaikat, jin, dan setan yang teta disebut malaikat, jin, dan setan. Maka bidadari menurut sementara para ulama ini tetap disebut al-hur al-ain.

Ada juga ulama yang berpendapat kaum lelaki memang dijanjikan Allah SWT bila beriman sampai meninggal dan beramal shaleh mereka akan dianugerahi al-hur al-ain, di samping kenikmatan yang lain. Sementara bagi kaum hawa tidak disebutkan secara tegas janji seperti itu.

Masalahnya, karena kaum hawa umumnya malu bila disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual. Berbeda dengan lelaki yang justru senang bila hal itu disebutkan pada mereka.

Terdapat hadits yang menyatakan bahwa al-hur al ain itu sebagian berasal dari istri-istri pada waktu hidup di dunia. Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Al-Musnad meriwayatkan hadits, “Inna adna ahlil-jannati manzilatan inna lahu lasab’a darajaatin… wa inna lahu minal-hururil-‘ini lisnataini wa sab’ina zaujatan siwa azwaajihi minaddunya,”.

Yang artinya, “Fasilitas terendah bagi penghuni surga, ia memiliki tujuh tingkatan… dan ia memiliki 72 al-hur al-ain sebagai istri-istrinya, selain istrinya dari dunia,”. Namun bagaimanapun juga, kata Kiai Ali, kenikmatan yang diberikan di surga tidak sesempit yang manusia bayangkan sekarang.

Dalam Alquran Surah Az-Zukhruf ayat 71 dan Surah Fushilat ayat 31 disebutkan bahwa penghuni surga akan mendapatkan semua yang diinginkan hatinya dan semua yang dia minta. Maka segala yang diinginkan penghuni surga, misalnya hubungan seksual dengan siapa saja, bila itu termasuk kenikmatan yang diinginkannya, maka Allah SWT akan memberikannya.

Yang jelas, kenikmatan yang ada di surga tidak seperti kenikmatan yang ada di dunia. Surga di tempat segala kenikmatan dan tidak ada rasa capek atau kelelahan bagi penghuninya. Memakan buah-buahan misalnya, tidak dilakukan atas dasar motivasi menghilangkan lapar atau mencari kesehatan seperti yang manusia lakukan di dunia. Melainkan semata-mata menikmati kelezatan makanan itu.

Sekali lagi ditegaskan manusia yang masih hidup di dunia tidak mampu membayangkan kelezatan dan kenikmatan yang ada di surga. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Inna adna manzilatin fil-jannati hadzihi ad-dunya wa asyratu amsaliha,”. Yang artinya, “Sekecil-kecil kavling di surga adalah sebesar dunia ini ditampah 10 kali lipatnya,”.

Ini artinya, penghuni surga yang paling miskin, rumahnya di atas kavling seluas 11 kali lipat dunia ini. Itulah kebesaran dan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya yang shaleh dan shalehah yang dapat memasuki surga-Nya.

Sumber : republika.co.id

Share To:

redaksi

Post A Comment: