Sumsel, Infosekayu.com - Pemerintah resmi menyatakan larangan ekspor pada minyak goreng dan turunannya termasuk CPO. Hal ini dipastikan berimbas pada penghasilan petani di Sumatera Selatan atau Sumsel, terutama petani swadaya.

Dinas Perkebunan menyatakan Sumatera selatan memiliki potensi areal sawit 1.221.374 Ha dengan produksi 3.323.670 ton CPO. Dari produksi itu, melibatkan petani sawit sebanyak 224.649 Kepala Keluarga terdiri dari petani plasma 119.870 Kepala Keluarga (KK) dan sisanya petani swadaya sebanyak 104.779 KK.

"Ada sekitar 104.779 Kepala Keluarga di Sumatera Selatan terimbas dari pelarangan ekspor CPO dan turunannya, hampir di seluruh Kabup[aten Kota Penghasil sawit di Sumatera selatan terjadi penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS)," ujar fungsional analisis PSP tingkat Madya Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian.

Di tingkat petani swadaya harga TBS, sebesar Rp. 1.000 sampai Rp.1.700 per kilogram bahkan ada yang menghentikan pembelian.

"Penyetopan ini sangat merugikan petani swadaya karena Tandan Buah segar yang sudah panen harus sudah masuk pabrik tidak lebih dari 1x 24 jam," terang ia.

Jika mengalami penolakan, maka komoditas tandan buah segar akan menjadi rusak sehingga sangat merugikan petani.

"Sawit yang sudah siap panen harus dipanen agar tidak merusak siklus berbuah sawit yang tentunya bisa berakibat penurunan produksi kedepan," katanya.

Sementara untuk petani plasma masih berlaku penetapan harga dari Tim Penetapan harga TBS Provinsi Sumatera selatan sebesar Rp. 3.769 per kg untuk sawit tahun tanam 10-20 tahun yang berlaku bagi pembelian dari tanggal 16 April - 30 April 2022.

"Setelah bulan April jelas akan ikut terpengaruh juga dampak dari pelarangan ekspor," terang ia.

Dinas perkebenunan juga menghimbau agar pabrik tetap membeli tandan buah sawit petani swadaya dengan harga yang tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang ditetapkan oleh Tim Penatapan harga TBS.

"Provinsi Sumatera Selatan setiap 2 minggu sekali. Jangan menciptakan kesenjangan harga yang terlalu tinggi, ini akan menjadi krusial," terangnya.

"Kita harap semua pihak harus tenang menyikapi pelarangan ekspor ini, pemerintah hanya berupaya menurunkan harga minyak goreng sawit domestik yang harganya melambung tinggi saat ini dengan memenuhi pasokan. Setelah itu tercapai , tentu semua akan kembali normal," imbuhnya.

Untuk itu kepada pabrik kelapa sawit dihimbau untuk segera memasok kebutuhan bahan baku minyak goreng domestic agar tercapai harga eceran yang ditetapkan Pemerintah.

"Kita berharap setelah libur panjang ini semua dapat kembali normal dan pemerintah dapat memberikan solusi atau menerapkan kembali kebijakan kewajiban seluruh pabrik CPO untuk memasok ke dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO), bila perlu DMO dinaikkan dari 20% menjadi 25% dan Domestic Price Obligation (DPO) ditetapkan dengan harga yang pas," terangnya.

Ia pun mengungkapkan jika keputusan pemerintah harus terus dikawal agar tidak terjadi penyimpangan sehingga menambah panjang larangan ekspor CPO dan turunannya ini.

"Dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan, semua bisa untung dan tujuan pemerintah tercapai. Hal ini bisa membuat semua pihak tersenyum kembali untuk menuju Indonesia yang lebih baik dan Sumatera Selatan Maju untuk semua," pungkasnya. (Suara)

Share To:

redaksi

Post A Comment: